Dunia entertainment K-Pop nggak selamanya kelihatan gemerlap dan solid. Karena kurang dari dua tahun isu bullying terus terjadi pada artis favorit kita. Sebenarnya ada apa ya, dan bagaimana bila itu terjadi sama kita? Apa yang harus kita lakukan?
AWAL MULA ISU BULLYING KEMBALI MARAK DI KOREA DAN DAMPAKNYA
Dikutip dari channel Korea Reomit, badai isu bullying di Korea awal mulanya terjadi ketika dua atlit bola voli kembar, Lee Jaeyoung dan Lee Dayoung, mengakui telah melakukan pembullyan terhadap teman sekolahnya 10 tahun lalu. Post yang dishare oleh korban Lee bersaudara ini menjadi viral di forum online Korea, namun ironisnya, berita bullying yang menimpa Lee bersaudara justru dipicu setelah Lee Dayoung memposting tersirat kalau dirinya telah menjadi korban bullying oleh salah satu rekan di tim volinya. Otomatis, publik yang semula mendukung Lee jadi berbalik memusuhinya.
Sejak kejadian Lee bersaudara, satu persatu korban bullying akhirnya bermunculan dan berbicara tentang perundungan yang dilakukan oleh para artis Korea. Beberapa diantaranya adalah: aktor film ‘Come Back Home’ Jo Byung Gu, aktor Ji Soo, aktris Park Hye Su(G)I-DLE Soojin, Seventeen Mingyu, Stray Kids Hyunjin, Loona Chuu, Yunhyeong (iKON), dan yang saat ini sedang hangat diberitakan pembullyan oleh semua anggota APRIL (termasuk eks-member Somin) terhadap eks-member Lee Hyunjoo.
Hingga artikel ini ditulis, beberapa agensi yang menaungi para aktor dan idol tersebut sudah memberikan statement dan sebagian masih dalam proses penyelidikan, sedangkan artis yang terkait ditangguhkan jadwal kegiatannya untuk sementara waktu.
Melihat kasus bullying yang menimpa para atlit dan artis di Korea Selatan, kita bisa melihat kalau bullying itu nggak cuma menyasar anak-anak dan remaja, tapi juga nggak menutup kemungkinan bisa dilakukan dan dialami oleh orang-orang dari rentang usia manapun. Dampaknya juga nggak kecil lho. Selain kehilangan image baik di mata publik (dan memperbaikinya pasti butuh waktu lama), mereka yang terikat kontrak kerja dengan beberapa pihak mau nggak mau harus mundur. Contohnya APRIL Naeun harus mundur dari drama ‘Taxi Driver’ dan dihapus dari berbagai iklan produk serta acara televisi. Drama ‘Film River Where The Moon Rises’ yang dibintangi Ji Soo bahkan harus syuting ulang. Biarpun aktor dan aktris lainnya yang ada di dalam drama bilang mereka rela nggak dibayar karena ada penambahan waktu, namun sentimen yang sama nggak berlaku buat aktor figuran dan staff yang bayarannya sudah kecil tapi terpaksa harus kerja double. Waduh…
LALU, GIMANA DENGAN ISU BULLYING DI INDONESIA SENDIRI?
Sepanjang tahun 2019 Komisi Perlindungan Anak Indonesia melaporkan setidaknya ada sebanyak 153 kasus kekerasan dan bullying yang terjadi di Indonesia, mulai dari yang menyerang fisik ataupun nge-bully secara verbal dan bikin nggak nyaman. Misalnya aja kayak kasus yang dialami Nabila, siswi SD di Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Bandung Barat. Nabila di-bully sama teman-temannya karena masalah sepatu, dan direkam dalam sebuah video yang sempat viral di pertengahan 2019 lalu. Ada lagi kasus seorang siswa SD Negeri di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan berinisial RS yang di-bully selama dua tahun, sejak ia duduk di bangku kelas IV SD, yang membuatnya depresi dan sering mengurung diri, takut bertemu dengan orang, dan nggak mau lagi kembali ke sekolah.
Sedihnya, laporan bullying masih terus diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia di tahun 2020. Membuktikan biarpun kita lagi pandemi dan sekolah ditutup, tapi bullying masih tetap ada.
KENAPA BISA TERJADI BULLYING?
Kok bisa ya bullying terjadi? Well, ini biasa terjadi karena adanya posisi ketidakseimbangan antara pelaku dan korban. Pelaku bullying ngerasa punya posisi yang lebih atas atau lebih kuat dari si korban, dan bullying jadi cara buat ‘menaklukkan’ atau sekedar bikin korbannya sakit, dan si pelaku terpuaskan. Hal yang melatarbelakangi pelaku buat ngelakuin bullying juga banyak, mulai dari adanya masalah pribadi sama korban, punya rasa iri dan insecure akan hal tertentu, nggak punya empati, nyari perhatian, atau bisa juga dia pernah jadi korban bully sehingga melampiaskan dendamnya ke orang yang dianggap bisa ia bully. Sedangkan buat korbannya, dia bisa jadi sasaran bully karena penampilannya yang dianggap ‘aneh’ atau bahkan keren dan bikin iri saingannya, juga karena dirinya terlihat lemah dan penakut sehingga dianggap gampang buat ditaklukkan.
As we can see, adanya ketidakseimbangan antara pelaku dan korban ini yang bikin kenapa bullying marak banget dilakukan walaupun hal ini salah.
APA AJA SIH YANG TERMASUK BULLYING?
Dari KBBI dan Wikipedia, merundung (rundung) atau bullying adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Baik secara fisik ataupun psikis. Tindakan ini bisa terjadi berulang-ulang bahkan jadi kebiasaan.
Dikutip dari Kompas dan Tagar, ada beberapa jenis bullying yang biasanya dilakukan, yaitu;
Bullying secara verbal, yaitu mengatakan atau menulis sesuatu yang bikin korban tersakiti. Misalnya kayak mengancam, menggoda, mengganti nama panggilan, berkomentar jelek, mengejek, dan sebagainya.
Bullying secara sosial, yaitu perundungan yang dilakukan dengan menyebarkan berita atau rumor yang belum pasti dengan tujuan menyakiti, mempermalukan, mengucilkan, atau membuat korban terpuruk.
Bullying secara fisik, terjadi kontak fisik antara pelaku dan korban. Misalnya memukul, menendang, mendorong, dsb. Perundungan ini bisa jelas terlihat mata namun kadang pelaku berusaha menutupinya, atau melakukannya diam-diam.
Nah, untuk bullying verbal dan sosial, tindakan ini juga bisa dilakukan secara virtual atau yang biasa disebut dengan cyberbullying, yaitu melakukan perundungan lewat dunia maya, yang makin dianggap mudah buat dilakukan karena si pelaku nggak akan nerima ekspresi ataupun balasan secara langsung, dan kerap berlindung di balik username palsu.
EFEK YANG TERJADI KARENA BULLYING
Menurut PSYCOM, perundungan bisa berefek negatif jangka panjang maupun pendek. Konsekuensi yang ditanggung pun sangat besar. Bukan cuma bagi korban, tapi juga pelaku bahkan orang yang melihat (atau dalam Bahasa psikologi disebut bystander).
Efek yang dialami korban perundungan bervariasI, dari luka fisik hingga psikis. Biarpun luka fisik bisa ditangani tapi berbeda dengan luka psikis, banyak korban bullying mengaku mereka harus hidup selamanya dengan trauma tersebut. Kehilangan rasa percaya diri, gangguan tidur, panic attack, mengisolasi diri, takut, depresi, hingga keinginan untuk bunuh diri demi mengakhiri rasa nggak nyaman akibat bullying. Bagi para korban bullying, hidup bukan lagi sekedar quote “forgive, forget, and move on”, tapi “I will move on but I can’t and I won’t forget”.
Untuk pelaku sendiri, bila dibiarkan selamanya pelaku akan selalu beranggapan kalau kekerasan dan menindas orang lain selalu bisa jadi solusi apapun, tanpa memikirkan konsekuensinya. Dari kasus bullying yang dialami para atlit dan artis Korea Selatan di point pertama, hal itu berefek pada karir yang udah mereka bangun susah payah dari bawah. Atlit Lee bersaudara bahkan mendapat sanksi berat dan terancam tidak bisa melanjutkan karir mereka di dunia voli. Kalau udah begini, diri sendiri kan yang akan hancur.
Lalu gimana dengan si bystander? Nggak menutup kemungkinan mereka akan menjadi korban ataupun pelakunya karena mengganggap bullying adalah hal “normal” dan nggak perlu dihentikan. Rasa simpati mereka pun lambat laun akan berkurang karena merasa “ah sudah biasa,” “Duh takut ah jadi pahlawan kesiangan ntar yang ada gue yang jadi korban berikutnya,” atau “selama itu nggak terjadi sama gue, ya bodo amat.”
APA YANG HARUS KITA LAKUKAN KETIKA MENGHADAPI BULLYING?
Nggak ada yang bisa memutus tindakan bullying kalau bukan diri kita yang berani untuk bertindak. Kita justru harusnya jadi generasi yang kritis dan bisa mendeteksi hal-hal yang salah untuk dilakukan. Ada beberapa hal yang perlu kita ingat sebelum akhirnya terlibat dalam aksi bullying, baik itu sebagai pelaku, korban, ataupun sebagai bystander yang jadi saksi dari bullying.
KALAU KAMU SEBAGAI PELAKU
Bully itu nggak keren! Beneran deh, apa yang kita dapat dari hasil nge-bully selain kepuasan sendiri di saat itu? Kita malah bakal dicap sebagai anak yang bermasalah karena udah menindas orang lain demi kepuasan, diakui kekuatan, dan kekuasaannya. Kita bisa belajar meluapkan emosi dengan cara lain yang nggak menyakiti orang lain, juga diri sendiri. Tapi kalau dirasa sulit, kita bisa minta bantuan tenaga professional seperti guru BP atau psikolog untuk menangani masalah tersebut.
Pikir dua kali, bahkan seribu kali, karena bullying bisa menyeret kita ke banyak masalah di masa depan. Misalnya kayak kasus girlband APRIL tadi, hingga pemilik brand kosmetik Indonesia yang pernah di-banned massal di Twitter karena punya masa lalu sebagai tukang bully. Kita sebagai pembully mungkin udah lupa, tapi korban (dan tentunya massa yang marah) belum tentu bisa memaafkan dan melupakan kejadian tersebut.
Habiskan waktu dengan kegiatan yang positif, bersama keluarga dan orang-orang terdekat sehingga kita nggak akan menghabiskan waktu buat peduli sama urusan orang lain, atau sampai iri sama pencapaian orang lain.
KALAU KAMU SEBAGAI KORBAN
Tunjukkin prestasi kita. Biasanya, orang melakukan bullying karena adanya rasa iri terhadap si calon korban. Karena ia merasa kalau keunggulan tersebut bisa aja mencuri ‘spotlight’ sedangkan dirinya nggak punya kemampuan itu. Kita nggak perlu takut, tapi justru tunjukkin kalau keunggulan kita bisa jadi prestasi tersendiri tanpa harus sikut kanan-kiri apalagi menjatuhkan. Dengan begitu, si pelaku bakal makin susah untuk ‘mengalahkan’ kita dan mundur dengan sendirinya.
PeDe is a must! Seseorang yang kelihatan pede, ramah, dan gampang bergaul sama orang banyak biasanya akan susah jadi sasaran bully. Kalaupun iya, teman-teman di sekitarnya pasti akan membela, dan si tukang bully akan susah mencari kelemahan karena kita kelihatan tangguh dan nggak minderan. Memang sih, numbuhin rasa percaya diri itu susah susah gampang, but the key is just be yourself.
Tunjukkin kalau kita NGGAK TAKUT. Pelaku bullying bakal suka banget sama orang-orang yang takut dan nggak bisa membela diri saat di-bully, makanya tindakan itu bisa terus-terusan dilakuin. Cara paling ampuh buat menghentikannya ya dengan fight back, kasih lihat kalau kita juga berani untuk melakukan perlawanan, tentunya dengan cara yang benar dan nggak emosi. Kalau udah keterlaluan, kita bisa laporkan ke pihak-pihak berwenang seperti guru dan orang tua supaya jadi penengah.
KALAU KAMU SEBAGAI BYSTANDER (SAKSI)
Laporkan tindakan bullying ke pihak berwenang. Kalau kita lihat tindakan bullying, jangan diam aja! Karena dengan diam, berarti kita ngasih sikap setuju dengan aksi tersebut lewat cueknya kita, padahal kita tau itu salah. Kalau takut, kita bisa lapor dengan meminta untuk nggak menyebut nama kita, supaya nggak terseret ke dalam masalah itu.
Alihkan perhatian pelaku. Kita bisa kok jadi pahlawan tanpa harus susah-susah membela korban di tempat dan bikin kita ikut jadi sasaran empuk buat ditindas. Kalau kita kebetulan melihat tindakan bullying di sekolah, alihkan aja perhatian dengan mengajak ngobrol (bisa si pelaku atau korban) dan bilang kalau salah satu dari mereka dicari sama guru. Dengan begitu, situasi bullying tersebut bisa dengan cepat diakhiri.
Cari bantuan. Kalau dirasa susah untuk menghentikan bullying seorang diri, kita juga bisa cari bantuan dari orang-orang sekitar, misalnya teman-teman yang juga concern sama bullying dan ingin tindakan itu berakhir. Saat bullying terjadi, kita bisa kumpulkan orang-orang tersebut untuk berada di sekitar korban, sehingga pelaku pun perlahan mundur karena kalah dukungan dan si korban juga nggak merasa dikucilkan.
Foto: Shutterstock, Freepik, Photo by RODNAE Productions from Pexels,