Pernikahan dini di Indonesia meningkat di masa pandemi, menurut laporan Unpad.ac.id. Walaupun pemerintah sudah merevisi batas usia minimal perkawinan di Indonesia menjadi 19 tahun, faktanya aturan ini masih belum bisa menekan praktik pernikahan dini di Indonesia. Kenapa ya?
Masih dilansir Unpad.ac.id. Menurut Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Dr. Susilowati Suparto, M.H., peningkatan angka pernikahan dini di masa pandemi Covid-19 salah satunya ditengarai akibat masalah ekonomi. Kehilangan mata pencaharian berdampak pada sulitnya kondisi ekonomi keluarga.
Dari laporan penelitian oleh Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (Puskapa) bersama UNICEF, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut berdasarkan populasi penduduk, Indonesia nempatin peringkat ke-10 perkawinan dini (di bawah usia 20 tahun) tertinggi di dunia. Jika mengacu pada data ASEAN, Indonesia menduduki peringkat kedua.
Terlepas dari pernikahan karena faktor ekonomi, sepertinya menikah muda jadi interest tersendiri buat dilakukan akhir-akhir ini. Padahal ada banyak faktor yang dibutuhkan untuk menjalani sebuah pernikahan.
PERNIKAHAN DI MATA MEREKA (REMAJA)
Happifyourworld merangkum beberapa jawaban dari remaja tentang pernikahan yang diambil dari berbagai sumber:
Apa yang ada di pikiran kamu tentang pernikahan?
· Kehidupan yang tenang dan happy.
· Nggak sendiri lagi, ada orang yang bisa diandalin.
· Kalaupun berantem paling itu-itu aja kayak yang di drama-drama.
· Happy ending kayak di cerita.
· Punya anak pasti seru!
· Punya orang tua baru (mertua).
· Enak aja gitu pas bangun tidur, ada orang di sisi kita
Kenapa kamu ingin menikah cepat?
· Takut sendirian.
· Biar lebih dihargain orang tua, dan gak dianggap anak kecil lagi.
· Ibadah.
· Bingung mau ngapain, ya udah nikah aja.
· Pembuktian kalau udah laku.
· Karena aku udah yakin dan emang udah pingin aja.
· Biar umur aku sama anak gak kejauhan.
MARRIAGE LIFE: EXPECTATION. VS REALITY
Menikah muda sih sebenarnya bukan cerita horror kalau kedua belah pihak udah siap secara mental dan material (juga tanpa paksaan), tapi ya beda cerita kalau di kedua hal tersebut kita belum siap. Apalagi ketika kehidupan pernikahan realitanya gak sesuai dengan ekspektasi yang dibayangkan selama ini. Misalnya dengan apa yang kita lihat di sosial media yang banyak pasangan muda keliatan bahagia di foto atau video, cuma kan kita gak tahu di belakangnya bagaimana. What we see is not always what we get.
Marriage life is challenging, dan pernikahan dini -ketika kita belum matang secara fisik maupun mental- bisa jadi lebih menyulitkan. Ada banyak risiko, mulai dari kehilangan masa remaja, kekerasan dalam rumah tangga, masalah komunikasi, dan lain sebagainya. Dan ini adalah hal yang harus banget kita pertimbangkan baik-baik sebelum memutuskan untuk menikah.
PERNIKAHAN BUKAN SATU-SATUNYA SOLUSI, MASIH ADA OPSI LAIN YANG BISA KITA LAKUKAN
Happifyourworld selalu percaya, tiap anak perempuan itu punya potensi besar dalam dirinya. Bisa berupa cita-cita, passion, ataupun bakat. Dengan menikah dini, hal tersebut akan terhambat. Bukan hilang ya, cuma terhambat. Karena bayangin aja, usia 15 – 25 tahun itu adalah usia produktif. Antara kita masih sekolah, kuliah, baru lulus, baru nyari kerja, baru mulai menapaki jenjang karir, ataupun sedang dalam proses pencarian jadi diri yang sebenarnya.
Begitu ketemu pernikahan, bisa jadi potensi ini akan menurun karena prioritas nomor satu buat kita bukan lagi diri pribadi, tapi anak dan keluarga.
Sangat mungkin we become a good wife and mom, tapi mungkin sulit untuk mencapai puncak potensi diri kita yang sebenarnya. Beda cerita kalau kita udah mencapai apa yang kita inginkan, udah lagi ngerjain passion, atau udah setengah jalan sukses. Jadi pas menikah dan punya anak, kita tinggal melanjutkan aja dan nggak akan begitu berat untuk mencapai puncak potensi tadi.
Lingkungan mungkin akan jadi pressure terberat. Tapi luangin deh waktu untuk bertanya ke diri sendiri apakah kita beneran siap, atau cuma karena kecetus kepingin aja hanya karena pengaruh di sekitar kita? Cuma karena takut dicap dengan segala stigma yang ada. Apa iya rela buru-buru nikah sama siapapun hanya karena ketakutan-ketakutan tersebut?
This is our life. Dan kehidupan masa depan anak-anak kita nanti ada di tangan kita. One action will impact our whole life in the future.
Foto: Shutterstock