Setelah kontroversi video ‘Pamit’ dan ‘Saya Kembali’ di channel YouTube miliknya, Ria Ricis mengaku sempat mengalami depresi dan pernah nyoba bunuh diri karena nggak kuat sama komentar netizen dan kehilangan sejumlah teman. Kok bisa ya?
Jawabannya bisa, karena depresi bisa dialami oleh siapa aja, dari status sosial manapun baik cowok ataupun cewek. Ria Ricis yang pernah mencoba mengakhiri hidupnya dengan benda tajam, tapi memutuskan untuk berhenti adalah satu dari sekian banyak kasus depresi yang terjadi pada remaja.
Mengutip wawancara Kumparan dan Psikolog klinis serta Dosen Universitas Pendidikan Indonesia, Sri Maslihah, beliau menyebut kesehatan mental bagi seorang manusia nggak kalah penting dari kesehatan fisik, apalagi buat remaja. Soalnya kesehatan mental punya peran penting dalam diri remaja, yang nantinya membentuk karakter manusia saat dewasa yang mempengaruhi kualitas hidupnya. Soalnya pas memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami perubahan secara fisik, hormonal, kecerdasan, dan perilaku.
Masalah pada kesehatan mental yang paling besar terjadi adalah kecemasan dan depresi. Bahkan World Health Organization (WHO) menyatakan, 75% gangguan mental emosional umum terjadi pada anak muda sebelum masuk usia 24 tahun. Ibu Sri Mashilah menyebut, salah satu faktor pemicu gangguan kesehatan mental remaja adalah pesatnya informasi dari media massa dan media lainnya, termasuk media sosial yang gampang diraih sama remaja masa kini. Mungkin ada sebagian remaja yang nggak kuat sama informasi yang terlalu terbuka, dan merasa nggak mampu buat mengikuti perkembangan lingkungan saat ini. Jadi ketidaksiapan diri remaja itu yang jadi faktor internal gangguan mental.
Salah satu gangguan mental yang rentang banget dirasakan remaja adalah depresi. Menurut Dokter spesialis kejiwaan, Danardi Sosrosumihardjo, depresi merupakan kumpulan gejala-gelaja ketika seseorang merasa nggak bisa menjalani hidup. Orang yang depresi bakal menghabiskan energinya dengan sedih berkepanjangan, ngerasa nggak mampu melihat kesenangan seperti yang sebelumnya, sehingga energinya bakal habis buat melawan dirinya sendiri. Dokter Danardi juga menambahkan, depresi pada anak dan remaja bisa terjadi jika daya tahan kejiwaan mereka nggak kuat menghadapi tekanan, bisa dari lingkungan sekitarnya, media sosial, bahkan dari keluarga sendiri.
Gejala depresi juga beda banget sama sedih ataupun stres biasa, karena yang dirasakan bakal lebih berat, misalnya seperti putus asa atau hilang harapan dan mood yang sedih terus. Kedua hal ini jadi dua gejala paling umum yang dialami anak muda dengan sejumlah gejala tambahan, seperti susah tidur, nggak ada nafsu makan atau malah nafsu makan berlebih, dan susah konsentrasi. Lalu terakhir dan paling parah, muncul pikiran buat bunuh diri karena merasa nggak berharga buat orang-orang di sekelilingnya. Nah, perasaan ‘sedih’ ini nggak dirasakan dalam hitungan hari aja. Sesorang yang menderita depresi bakal merasa lemah dan sedih mendalam selama berminggu-minggu dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Baca di artikel DEPRESI PADA REMAJA buat tahu lebih jauh tentan hal ini.
Menurut Ibu Sri Mashilah, cewek ternyata lebih rentan mengalami gangguan mental karena hormon cewek lebih cepat matang daripada cowok. Seperti yang kita tau, remaja cewek mengalami masa menstruasi lebih dulu, daripada remaja cowok mengalami pubertas. Hal ini membuat remaja cewek mengalami lebih banyak gejolak emosional di masa pubernya, ketimbang remaja cowok.
Selain itu, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet Child & Adolescent yang dikutip CNN menyebut efek tekanan psikologis dari penggunaan media sosial lebih terlihat jelas pada cewek dibandingkan cowok. Pada remaja cewek, dampak tekanan psikologis dari penggunanaan media sosial mencapai 60 persen, sedangkan untuk remaja cowok hanya 12 persen aja. Hal itu terjadi karena durasi waktu remaja cewek mengakses sosial media bagi setiap harinya lebih lama daripada remaja cowok.
Riset yang dilakukan oleh Millenium Cohort Study terhadap 11 ribu anak berusia 14 tahun menyebut, 2 dari 5 remaja cewek menghabiskan waktu untuk ber-sosial media seenggaknya tiga jam perhari , data ini dibandingkan dengan lima remaja cowok. Semakin lama seseorang terpapar media sosial, bakal semakin rentan terkena tekanan psikologis. Soalnya selain karena potensi mendapat paparan terhadap perilaku online bullying, terlalu lama main media sosial juga bisa mengurangi jam tidur dan memperburuk kualitas tidur, serta mengurangi aktivitas fisik.
Selain paparan media sosial, ada juga faktor lain yang diyakini jadi pemicu timbulnya depresi bagi remaja:
Usia remaja justru jadi masa di mana kasih sayang dan perhatian orang tua lagi dibutuhkan banget. Komunikasi yang baik akan membuat remaja tumbuh menjadi pribadi yang terbuka dan bisa menyampaikan perasaannya dengan baik. Dukungan orang tua bagi para remaja juga meminimalisir pertumbuhan gejala depresi bagi anak.
Masa remaja identik sama masa pembuktian diri buat jadi populer, gaul, banyak temen, dan tau akan banyak hal supaya bisa diterima oleh lingkungannya. Belum lagi di dunia maya, jumlah followers dan likes yang dimiliki seseorang di akun Instagramnya possible banget buat jadi tekanan remaja saat ini.
Kurikulum pendidikan dan jam belajar yang makin berat jadi salah satu faktor remaja terserang kecemasan. Apalagi di saat seseorang harus memenuhi standar dari orang tua dan sekolah untuk bisa berprestasi dalam segala bidang.
Nggak hanya faktor eksternal, depresi pada remaja juga bisa berasal dari turunan orang tuanya.
Selain itu, remaja yang pernah mengalami trauma atas kejadian yang bikin terpukul banget bisa membawa seseorang menjadi rentan depresi, misalnya rasa kehilangan orang tua atau saudara, kehilangan hewan peliharaan, putus dari pacar dan larut dalam kesedihan, hilangnya kenyamanan karena pindah rumah yang bikin kehilangan teman-temannya, atau bahkan trauma masa kecil setelah menjadi korban pelecehan seksual.
Sama seperti penyakit yang menyerang fisik, penyakit mental yang dialami kita atau orang terdekat adalah masalah serius yang harus ditangani secepat mungkin. Jangan karena nggak kelihatan secara kasat mata, kita jadi nggak peduli sama kesehatan mental kita.
Kalau kita merasa sedih berlebih dan udah mulai cemas sama keadaan dan kehidupan kita, overthinking, dan terpikir untuk mengakhiri hidup, tarik nafas dalam-dalam dan lakukan cara-cara di bawah ini:
Perlancar komunikasi dengan orang terdekat. Ketika kita udah merasa sedih mendalam dan butuh teman ngobrol, jangan dipendam terus di dalam hati. Luapkan rasa sedih kita ke orang-orang terdekat yang bisa kita percaya untuk mendengarkan, bisa orangtua, sahabat, atau guru BP di sekolah. Walaupun kita nggak dapetin solusi secara instan, setidaknya kita udah cukup lega dengan menuangkan emosi kita.
Hubungi hotline yang berhubungan dengan gangguan kesehatan mental. Kalau rasa sedih dan cemasmu udah sampai tahap berpikiran ingin bunuh diri, kita bisa menghubungi nomor-nomor di bawah ini.
Hotline Halo Kemkes di 1500-567 yang bisa dihubungi untuk mendapatkan informasi di bidang kesehatan 24 jam.
Ikut pengobatan dan perawatan teratur.Lakukan perawatan medis yang ditangani oleh tenaga ahli untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Melawan depresi memang perjalanan panjang, selain obat-obatan, dukungan mental yang besar dari orang sekitar juga selalu diperlukan.
Sebagai orang terdekat para remaja, orang tua harus segera mengetahui kalau anaknya mengalami gejala gangguan mental dan depresi. Orang tua harus bisa membedakan jika anaknya mengalami sedih biasa atau depresi, dengan selalu mengajak anaknya berkomunikasi, berusaha untuk akrab tanpa merasa harus ada gap antara anak dengan orang tua. Selain itu, ada sejumlah poin yang bisa dilakukan orang tua, untuk membantu remaja yang punya tanda gangguan mental:
Pelajari tentang gejala gangguan mental. Orang tua jaman sekarang udah harus aware dan mempelajari soal gejala gangguan mental, sehingga bisa lebih peka terhadap perilakunya. Dengan tau gejala dari awal, orang tua bisa mengurangi resiko anak terkena gangguan mental.
Perlancar komunikasi dengan anak. Ketika orang tua melihat anaknya memiliki tanda-tanda gangguan mental, berusahalah untuk lebih dekat dengan anak. Di usia remaja, seorang anak justru butuh seseorang yang mengerti dirinya, dan orang tualah yang paling bisa menjadi sahabat terdekat. Dengan begitu, anak akan dengan mudah mengeluarkan apa yang dirasakan dan dipikirkan, sehingga ia merasa nggak sendirian dan orang tua akan selalu menemani dan mendukung mereka untuk melewati masa sulit.
Perawatan ahli dengan baik dan teratur. Kalau orang tua sudah terlanjur menemukan anaknya dalam kondisi gangguan mental, jangan menunda untuk ditangani oleh para ahli. Dukungan memang diperlukan, tetapi terapi secara medis pun juga dibutuhkan untuk membantu proses pemulihan.
Sebaliknya, kalau kita menemukan teman atau orang terdekat mengalami depresi atau tanda-tanda gangguan mental, jangan langsung bingung, menjauh apalagi takut! Kita justru wajib memberi dukungan dan membantunya. Apa yang bisa kita lakukan? Pertama just be with them. Orang yang depresi butuh ada seseorang di sampingnya dan ingin didengarkan. Coba mengerti perasaan mereka dan jangan berpura-pura kalo semuanya baik-baik aja. Berpura-pura dengan kata-kata positif nan manis hanya akan bikin mereka semakin terpuruk ketika sadar akan kenyataannya ternyata nggak sesuai dengan ucapan. Yakinkan kalo apapun yang terjadi kita akan tetap Bersama dia, pererat pertemanan karena hubungan pertemanan yang positif bisa membuat dia kembali percaya diri dan ngebantu dia untuk membuka perasaannya. Ajarkan dia untuk mencintai dirinya sendiri, dan begitu dia siap untuk terbuka ke lingkungannya yakinkan sekali lagi kalo kita bakal terus di sampingnya.
Ingat, membantu orang yang depresi adalah komitmen, kalo kita merasa nggak sanggup atau meninggalkannya di tengah jalan, lebih baik jangan memberinya harapan palsu. Because it will break them completely than before.
Foto : Shutterstock