Sindrom Pra-Menstruasi atau yang kita kenal PMS (Pre-Menstrual Syndrome) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi di saat ovulasi dan menstruasi (haid). Biasanya PMS akan menghilang saat menstruasi (haid) dimulai sampai beberapa hari setelah selesai.
SEBENARNYA APA SIH SEBAB PMS?
Sampai saat ini penyebab pastinya masih belum jelas, tapi beberapa teori menyebutkan karena faktor ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron. Peneliti lainnya bilang, ada kemungkinan karena faktor perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel.
Kemungkinan lainnya, berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialamin penderita.
GEJALANYA SEPERTI APA AJA?
Gejala PMS bisa diprediksi. Mulai dari pusing, perasaan sensitif berlebihan, perubahan mood, napsu makan bertambah atua berkurang, hingga depresi (PMDD). Sebagian perempuan usia produktif bisa ngalamin sindrom pra-menstruasi dengan sangat hebat, yang terkadang mengharuskan mereka untuk beristirahat total dari aktivitasnya. Bila hal ini berlangsung cukup lama, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter ya.
ADA 4 JENIS SINDROM PRA-MENSTRUASI LHO!
Menurut dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, PMS dibedakan jadi empat jenis sesuai tingkat keparahan dan kondisi hormonal dalam tubuh, yaitu:
PMS TIPE A - ANXIETY (dialami 0% perempuan di dunia)
Gejala PMS Tipe A timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen yang terlalu tinggi dibanding hormon progesteron. Biasanya penderita akan diobati dengan menambah hormon progesteron untuk mengurangi gejalanya. Tapi beberapa peneliti bilang kalau penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Sebaiknya penderita PMS Tipe A banyak mengkonsumsi makanan berserat dan membatasi minum kafein.
Gejala PMS Tipe A:
Rasa cemas berlebihan, sensitif, saraf tegang, dan perasaan labil.
PMS TIPE H – HYPERHYDRATION (dialami 60% perempuan di dunia)
Gejalanya: edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada payudara, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum menstruasi (haid).
Gejala PMS Tipe H :
Bisa juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS lainnya. Sebab pembengkakan karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderitanya. Untuk mencegah PMS tipe H sebaiknya mengurangi asupan garam dan gula, lalu membatasi jangan minum berlebihan. Sesuaikan dengan kebutuhan tubuh.
PMS TIPE C – CRAVING (dialami 40% perempuan di dunia)
Gejalanya sih udah jelas. Ingin makan yang manis-manis (biasanya cokelat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Rasa “ngidam” ini muncul bisa jadi karena stres, lagi diet tinggi garam, kurang asam lemak esential (omega 6), atau kurang magnesium.
Setelah mengkonsumsi craving tersebut dalam jumlah banyak, umumnya gak lama akan muncul gejala hipoglikemia, seperti kelelahan, jantung berdebar, atau pusing bahkan sampai pingsan. Hipoglikemia ini timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Ketika muncul rasa ngidam, usahain ganti makanan manis dengan manis alami yang juga bisa mengenyangkan “rasa lapar”, misalnya makan buah atau buah kering.
PMS TIPE D – DEPRESSION (dialami 20% perempuan di dunia)
Biasanya PMS Tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS Tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh tipe PMS yang benar-benar murni tipe D.
Gejalanya ditandai dengan depresi, ingin menangis, lemah, gak bersemangat, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit mengucapkan kata-kata, lunglai, bengong. Gak jarang penderita PMS Tipe D muncul rasa ingin bunuh diri.
PMS Tipe D ini murni disebabkan ketidakseimbangan hormon progesteron yang terlalu tinggi dibanding hormon estrogennya. Sedang kombinasi Tipe D dan Tipe A bisa disebabin karena berbagai macam faktor, seperti stres, kekurangan asam amino tyrosine, kekurangan magnesium, dan vitamin B (terutama B6).
Ingat, bila kamu mengalami salah satu ke-empat tipe PMS di atas dan dirasa udah mengganggu aktivitas sehari-hari, hindari mendiagnosa diri sendiri dan jangan ragu untuk berkonsultasi langsung dengan dokter.
Foto: Shutterstock