Akhir-akhir ini, istilah phubbing lagi nge-trend karena kebiasaan yang banyak dilakukan orang-orang secara sadar atau nggak sadar. Phubbing (phone snubbing) adalah berhenti bicara atau ignoring orang di depan kita demi nge-chat atau surfing di handphone. Sebagian dari kita mungkin belum familiar tapi yang pasti habit ini udah jadi bagian dari hidup kita. Coba deh bayangin seberapa sering obrolan kita berhenti karena orang yang di kita ajak ngomong, atau bahkan kita sendiri, udah ngeluarin handphone dan fokus sama handphonenya. Nggak cuma sekedar lihat chatting, yang katanya penting harus dibalas, tapi juga sering kejebak dengan sosial medianya dan lebih milih buat ngeliat apa yang terjadi di dunia maya daripada di dunia nyata.
Familiar dengan “mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”? Kurang lebih phubbing behavior mirip seperti istilah ini. Keliatannya sih nggak berbahaya, tapi studi nunjukin kalo phubbing bisa merusak hubungan sosial yang kita punya. Ironisnya menurut Emma Seppala, psikologis dari Stanford dan Yale Universities dan author dari The Happiness Track, phubbing dimaksudkan buat menghubungkan kita dengan orang lain melalui media sosial atau fitur chat. Tapi sayang kenyataannya nggak gitu.
Ada lagi studi yang mencoba nyari kenapa sih phubbing ini bisa terjadi, mereka nemuin kalo adiksi dengan internet, FOMO (fear of missing out), dan self-control diperkirakan jadi penyebab utamanya phubbing behavior.
Dilansir dari BigThink, menurut Dr. Sally Andrews, psikologis dari Nottingham Trent University, “The fact that we use our phones twice as many times as we think we do indicates that a lot of smartphone use seems to be habitual, automatic behaviors that we have no awareness of.”
Apalagi yang musti kita ketahui tentang phubbing dan gimana phubbing bisa merusak hubungan sosial kita, baca lebih lanjut point-pointnya di bawah ya.
PHUBBING BIKIN KITA JADI KURANG TERHUBUNG DAN BIKIN RELATIONSHIP KITA BERANTAKAN
Di sebuah penelitian yang diterbitkan Computers in Human Behavior in 2016, mereka nemuin kalo ngeliat handphone di tengah-tengah obrolan bikin pembicaraan jadi less satisfying, dibanding orang yang berinteraksi tanpa handphone. Bahkan di studi tahun 2012 bilang, adanya handphone di atas meja selama pembicaraan itu udah cukup bikin orang kurang terkoneksi satu sama lain.
Berdasar studi di atas udah jelas banget terlihat efek buruk dari phubbing. Untuk lingkup pertemanan sendiri, phubbing bikin orang jadi kurang ngasih perhatian sama orang yang diajak bicara. Ketika mata seseorang kemana-mana dan ngelakuin lebih dari satu tasks, secara naluri –dan juga udah dibuktikan secara ilmiah- kita udah bisa nebak kalo teman kita nggak perhatian sama apa yang lagi kita bicarain karena pikirannya dia wandering kemana-mana. Makanya kita sebagai yang di-phubbing ngerasa nggak didengerin, disrespected, dan nggak dihargain.
Parahnya, akibat phubbing nggak cuma berefek di pertemanan aja tapi juga ke pacar, bahkan ke pernikahan! Hal ini diungkapin di sebuah studi yang berjudul “My life has become a major distraction from my cell phone,” oleh Meredith David dan James Roberts yang bilang overuse of our phones in the presence of others can lead to a decline in one of the most important relationships we can have as an adult: the one with our life partner. Waduh...
PHUBBING JUGA BISA MENYAKITI KESEHATAN MENTAL KITA
Dalam penelitian terbaru, salah satunya Journal of Applied Social Psychology, ternyata phubbing bisa mengancam empat kebutuhan dasar kita sebagai manusia. Yaitu rasa belonging (memiliki), rasa percaya diri, meaningful existence dan rasa kontrol. Dengan melakukan phubbing orang akan merasa dikucilkan dan diasingkan. Coba aja bayangin, kita pingin curhat ke temen tapi temen malah fokus buat jawabin chat di handphone-nya.
Berkaitan dengan point sebelum ini, di relationship (pacaran atau menikah), pasangan yang melakukan phubbing satu sama lain akan lebih besar untuk ngalamin depresi dan kurang ngerasa puas sama hubungan mereka. Kalo pasangan kita lebih fokusnya ke handphone di saat kita lagi momennya barengan, itu artinya mereka lebih nge-prioritasin yang lain daripada kita yang saat itu lagi sama dia. Dan itu terus terang aja cukup bikin bete.
PHUBBING NGGAK BAIK UNTUK SIAPA AJA, SIAPA PUN DIA.
Walaupun orang yang di-phubbed adalah ‘korban’ yang paling disakitin, tapi bukan berarti yang ngelakuin phubbing nggak kena efeknya. Orang yang pake handphone pas lagi melakukan suatu aktivitas, mereka jadi kurang bisa menikmati apa yang ada di depan mereka saat itu. Contohnya, pas lagi makan sama keluarga atau teman, gara-gara terlalu fokus di dunia maya momen barengan sama teman atau keluarga jadi terlewatkan. Atau pas lagi makan, karena lebih milih update di social media, makanan yang harusnya kita nikmati rasanya malah jadi kayaknya biasa aja. It would be less enjoyable kalo ada orang yang phubbing di lingkup sosial kita, menurut para ahli.
Karena dia bikin face-to-face interaction jadi menjauh, siapa coba yang suka berinteraksi dengan orang yang nggah naruh perhatian dengan kita.
Kembali menurut Emma Seppala, phubbing bisa jadi tanda permasalahan penggunaan teknologi. Banyak ahli berpikir kebiasaan pake perangkat teknologi dikuatirin mulai ganggu kehidupan sehari-hari karena orang merasa terdorong buat ngirim pesan/chat dan scrolling social media selama interaksi face-to-face. Kita mungkin jadi kehilangan setiap momen berharga dan penting yang bisa jadi titik balik. Seppala juga nambahin, hal ini nakutin banget karena kita mulai nge-ganti interaksi langsung dengan ngeliat screen handphone. Atau bahasa lainnya, generasi menunduk.
TAPI KITA BISA KOK BERHENTI UNTUK MELAKUKAN PHUBBING
Yup, sangat memungkinkan kok untuk bad habit ini diperbaiki. Mulailah dengan basic common sense and strict technology rules, yaitu ngeletakin handphone kita ketika kita lagi berinteraksi dengan orang lain. Kalo masih nggak bisa naruh handphone di dalam tas, pas taruh di meja coba layar handphonenya kamu balikin menghadap bawah dan tahan diri kamu untuk nggak ngeliat handphone, at least 5-10 menit aja.
Kalo pun kita ngerasa pingin ngecek handphone, tunggu sampe lawan bicara selesai ngomong dan ijin sama mereka buat ngecek handphone. Pastiin kamu ngeceknya hanya sebentar, dengan gitu lawan bicara kita akan mengerti daripada tiba-tiba langsung ambil handphone dan cuekkin mereka.
Nah kalo kita di posisi yang di-phubbing, coba ubah perspektif kita. Coba untuk lebih bersabar, pengertian, dan don’t take offense. Karena biasanya mereka yang melakukan phubbing ngelakuin secara naluri atau nggak sadar. Kalo kita ngerasa phubbing udah melewati batas, jelasin dengan tenang gimana perasaan kita kalo di-phubbing. Bilang dengan tenang kalo waktu interaksi face-to-face itu penting buat kita dan kita berharap seenggaknya lawan bicara bisa lebih fokus ke kita.
Karena kembali lagi, percakapan yang meaningful di dunia nyata adalah yang kita butuhin dibanding di dunia maya.
Foto: Shutterstock