Menginjak usia remaja dan masa pubertas, bakal ada banyak hal yang bikin kita penasaran. Bentuk tubuh yang berubah, mulai tertarik sama lawan jenis, dan tentunya penasaran sama hal-hal yang berbau seks.
Rasa penasaran ini sebenarnya wajar banget! Karena setelah puber, semua organ tubuh yang berhubungan dengan reproduksi menjadi berkembang secara aktif. Buat perempuan, menstruasi (haid) menjadi salah satu tanda kalau sistem reproduksi kita udah mulai bekerja. Kitapun mulai ngeliat cowok dengan perasaan yang berbeda. And it’s totally normal! Makanya nggak heran kalau hal-hal yang berbau seks mulai memancing rasa penasaran kita dan pengen tau lebih dalam.
Di Indonesia, ngomongin seks memang nggak bisa lepas dari urusan pernikahan. Sebagai negara yang menganut adat ketimuran, seks hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang udah terikat pernikahan. Karena itu, hubungan seks di luar pernikahan jadi hal yang melanggar norma dan juga agama. Seks juga suka dianggap tabu buat dibahas di usia dini, hal ini terlihat dari gimana pendidikan seks nggak pernah dianggap sebagai materi penting di sekolah. Kalaupun ada, pendidikan seks cuma sekedar ngomongin organ reproduksi di pelajaran biologi, itupun dibahas secara malu-malu karena dianggap nggak pantas atau porno.
SEKS DAN PERKAWINAN REMAJA DI INDONESIA
Karena alasan tersebut, perkawinan atau pernikahan usia dini pun jadi marak dilakukan, khususnya di beberapa wilayah di Indonesia. Begitu seseorang udah memasuki masa puber, udah mengalami menstruasi (haid), kadang pernikahan justru jadi pilihan demi menghindari terjadinya seks di luar nikah. Belum lagi alasan-alasan lain seperti biar cepat nerusin keturunan keluarga, perempuan ‘berkewajiban’ mengurus rumah tangga, dan sebagainya menjadi alasan kenapa masyarakat Indonesia masih ngerasa pernikahan dini wajar dilakukan tanpa memandang hak-hak anak seperti tercukupi pendidikannya, juga siap secara fisik dan mental. Karena sedikit banyak, seks dan pernikahan di bawah umur punya risiko yang besar lho.
Menurut data perkawinan anak dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2018 yang dilansir kemenpppa.go.id, tercatat angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 1,2 juta kejadian (berstatus kawin sebelum umur 18 tahun adalah 11,21%). Dari total jumlah anak, artinya sekitar 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah saat usia anak. Dengan angka ini, negara kita pun menduduki peringkat kedua di ASEAN yang memiliki jumlah pernikahan anak terbanyak.
Karena perkawinan usia dini dianggap sebagai pelanggaran hak anak, Pemerintah Indonesia akhirnya merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bulan September 2019 lalu. Dari yang peraturannya bilang kalau usia legal anak perempuan boleh menikah setelah berusia 16 tahun dan laki-laki setelah 19 tahun, sekarang batas usia perkawinan baik laki-laki atau perempuan adalah setelah menginjak 19 tahun. Kurang dari umur tersebut, dikategorikan sebagai perkawinan anak dan tentunya illegal di mata hukum negara.
RISIKO MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS DI USIA REMAJA
Tapi hubungan seks juga banyak dilakuin sama remaja-remaja yang nggak terikat pernikahan. Terlepas dari nilai moral dan agama, negara kita pun mengatur kalau hubungan seksual yang dapat dipidana (illegal) adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan anak yang belum berusia 18 tahun, yang biasanya terjadi di luar pernikahan. Aturan ini jadi landasan apabila seseorang terlibat hubungan seks di bawah umur, termasuk kalau hal ini dilakukan sama pacar sendiri. Negara mengatur hal ini bukan tanpa alasan, tapi justru karena banyak banget kasus yang berhubungan dengan seks dan ngelibatin anak-anak usia remaja kayak kita. Alasan ini jadi salah satu faktor kenapa film DUA GARIS BIRU dibuat.
The truth is, ngelakuin hubungan seks bukan cuma sekedar ngerasain pengalaman ‘mantap-mantap’ sama pacar, lalu selesai. Butuh persiapan yang matang, baik secara fisik dan mental, buat menghindari risiko yang bisa terjadi pada kita dan pasangan kalau melakukannya di usia yang terlalu dini, seperti;
1. Penularan penyakit seksual.
Di masa puber, mulut rahim (serviks) juga ikut berkembang, dan serviks yang ada di bagian dalam bakal mengalami perubahan sel dari jenis kolumnar ke gepeng pada masa pubertas. Nah, di masa transisi ini kita justru rentan banget terkena infeksi yang disebabkan dari berhubungan seksual, seperti infeksi jamur, hingga virus Human Papilloma (HPV) yang menyebabkan kanker serviks.
2. Rentan terjadi penyelasan.
Even though we might enjoy it at first, ada kalanya penyesalan justru terjadi karena hubungan seksual yang nggak terikat oleh status pernikahan. Pertanyaan kayak apa pacar bakal setia sampai pernikahan, rasa insecure karena takut diputusin karena udah nyerahin keperawanan, dan ketakutan-ketakutan lain bakal terus ‘menghantui’ karena nggak ada kepastian yang mengikat di awal. Banyak juga dari kita yang akhirnya bertahan di hubungan yang toxic dan abusive hanya karena pernah melakukan hubungan seks dan pengen pasangan kita tanggung jawab. Please, jangan langsung percaya omongan pacar kalau dia janji bakal tetap ada buat kita dan maksa buat berhubungan seks. Karena rasa sayang yang sesungguhnya nggak bikin satu sama lain tertekan atau terpaksa.
3. Ketagihan
Kita jadi pengen melakukannya lagi dan lagi. Jangan sampai masa remaja kita yang harusnya diisi sama hal-hal produktif dan positif, malah tergantikan dengan kegiatan dan pikiran yang selalu berhubungan dengan seks.
4. Hamil di usia remaja
Berhubungan seks di usia remaja nggak menjamin kita terhindar dari kehamilan, bahkan hampir lebih dari 50% seks di usia remaja mengakibatkan kehamilan di luar pernikahan. Dan karena alasan kesehatan, kehamilan di usia yang terlalu muda bisa ngasih risiko bukan cuma buat si calon ibu tapi juga si bayi. Karena di usia remaja tubuh kita belum berkembang sepenuhnya dan alat reproduksi termasuk rahim juga belum matang atau kuat sehingga bisa menghambat pertumbuhan janin. Dan beberapa kasus bisa berisiko kematian.
5. Berpotensi Depresi dan Gangguan Mental
Berhubungan seks, menikah, dan punya anak di usia yang terlalu muda bikin potensi seseorang mudah mengalami depresi. Kalo kita pikir membangun rumah tangga dan mengurus anak itu mudah, jangan salah lho. Ini butuh komitmen tinggi, nggak kayak kalo kita kerja kantoran dan bisa keluar seenaknya. Berkeluarga dan punya anak adalah tanggung jawab seumur hidup. Makanya usia remaja yang notabene usia seseorang yang belum sepenuhnya matang dari sisi emosional dan mental, tapi harus mengemban tanggung jawab sebegitu besar udah pasti bisa bikin remaja rentan stres. Masa remaja jadi harus dihabiskan dengan berperan sebagai orang dewasa. Belum lagi saat keinginan aktualisasi diri, hangout bareng teman, ngambil pendidikan tinggi, harus terhambat dulu karena adanya tanggung jawab lain yang harus dijalanin.
At the end, pendidikan seks penting banget buat diketahui remaja seperti kita. Tapi, hubungan seks bukanlah aktivitas ideal buat dilakuin di usia dini. Sebelum akhirnya mutusin buat bilang ‘iya’, baiknya kembali pikirin apakah kita udah siap dengan risikonya walaupun pakai pengaman sekalipun? So, it’s better save it for latter than sorry.
Foto: Shutterstock